Jakarta, Indotimes.co.id — Indonesia merupakan negara penghasil emisi gas rumah kaca (GRK) terbesar kelima di dunia. Oleh sebab itu, kini Indonesia berkomitmen untuk menurunkan emisinya sebesar 43,2% dari skenario business-as-usual (BAU) pada tahun 2030, serta menargetkan Net Zero Emission (NZE) pada tahun 2060 atau lebih cepat, sebagaimana tercantum dalam Enhanced Nationally Determined Contribution (NDC). Untuk mencapai target tersebut, Indonesia membutuhkan sekitar USD 322,86 miliar untuk aksi mitigasi, termasuk dana yang dialokasikan untuk mempercepat transisi energi hijau. Pembiayaan iklim pun memainkan peran penting dalam membuka akses permodalan untuk proyek energi bersih, menjembatani kesenjangan pendanaan, serta mengurangi risiko investasi pada infrastruktur rendah karbon.
Sebagai respons terhadap lanskap yang terus berkembang ini, Purnomo Yusgiantoro Center (PYC) mengadakan kegiatan PYC Talks pada tanggal 26 Juli 2025. Acara ini merupakan kolaborasi dengan University of Waterloo dalam FINCAPES Project, serta menjadi bagian dari praacara konferensi dua tahunan PYC, International Energy Conference (IEC) 2025. PYC Talks kali ini bertema “Masa Depan Pendanaan Iklim untuk Transisi Energi di Indonesia”. Tema ini diangkat untuk berbagi pengetahuan serta memperdalam pemahaman mengenai strategi pembiayaan iklim yang disesuaikan dengan konteks transisi energi hijau Indonesia.
Anggota Dewan Pembina PYC, Luky A. Yusgiantoro, dalam sambutannya menyatakan bahwa pendanaan iklim adalah komponen kunci dalam mempercepat transisi energi nasional dan forum diskusi ini menjadi ruang penting untuk membangun sinergi antara pemerintah, lembaga keuangan, pelaku industri, dan komunitas akademik. Field Director FINCAPES Project, Michael Lynch, pun menekankan pentingnya langkah kolaborasi untuk mendukung dalam mencapai target NZE pada tahun 2060, termasuk salah satunya diskusi yang diinisiasi oleh PYC ini.
Dalam diskusi yang dimoderatori oleh Vivid Amalia, selaku staf peneliti PYC, pembicara pertama yang merupakan Senior Economist Bank Indonesia, Arnita Rishanty, menyampaikan peran Bank Indonesia dalam mendorong transisi energi yang inklusif, dengan mendorong perbankan memperbanyak kredit hijau dan menggalakkan sustainability reporting untuk calon-calon kreditur. Sementara itu, Kepala Sekretariat Just Energy Transition Partnership (JETP) Indonesia, Paul Butarbutar, menyampaikan perkembangan JETP pasca mundurnya AS serta strategi ke depan untuk pendanaan transisi energi berkeadilan. Executive Director METI, Yudha Permana Jayadikarta, kemudian memaparkan peran strategis pelaku industri energi terbarukan dalam mengakses dan mengakselerasi pendanaan iklim untuk transisi energi di Indonesia melalui skema KPBU (Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha).
Dalam acara ini, 55 peserta hadir yang terdiri atas mahasiswa, akademisi, serta pegiat transisi energi, berdiskusi secara mendalam dengan para narasumber, termasuk saling bertukar pengetahuan dan praktik terbaik yang dapat memperkuat sinergi antara pemerintah, pelaku usaha, akademisi, dan masyarakat sipil.
Acara ditutup oleh Ketua Dewan Pengawas PYC, Inka B. Yusgiantoro, yang menjelaskan bahwa pendanaan iklim masih memiliki tantangan, namun solusi dapat diciptakan dari kolaborasi lintas sektor yang selaras dengan dinamika global dan didukung oleh kebijakan yang memfasilitasi partisipasi semua pihak.
PYC Talks mengukuhkan kembali komitmen PYC dalam mendukung pengembangan kebijakan energi berkelanjutan yang inklusif dan berbasis inovasi, serta sejalan dengan tujuan pembangunan nasional. Melalui talkshow ini, PYC berharap dapat meningkatkan pemahaman tentang berbagai strategi pendanaan iklim yang sesuai dengan kebutuhan dan tantangan transisi energi hijau di Indonesia.














