Serang, indotimes.co.id- Gubernur Banten Wahidin Halim (WH) menegaskan dirinya menghormati proses hukum yang dilakukan Kejaksaan Tinggi Banten terkait Dana Hibah Pondok Pesantren. Hal itu disampaikan oleh Gubernur dalam konferensi pers bersama wartawan di Rumah Dinas Gubernur Banten Jl. Ahmad Yani No. 158, Kota Serang (Senin, 24/5/2021).

Dalam kesempatan itu, Gubernur jelaskan mekanisme proses pemberian dana hibah baik untuk pondok pesantren maupun dana hibah lainnya.

Dijelaskan, secara administratif, mekanisme  pemberian dana hibah yang diatur dalam Perda Pemberian Dana Hibah Pondok Pesantren dalam hal masukan oleh Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD)  kemudian dimasukkan menjadi RKUA-PPAS (Rencana Kebijakan Umum APBD- Prioritas dan Platform Anggaran Sementara). 

“Kemudian dibahas bersama dewan (DPRD Banten) lalu munculah RAPERDA, kemudian menjadi Perda untuk Tahun 2020. Kalau memang hibah itu salah atau konsepnya tidak sesuai, pastinya kena evaluasi Kemendagri. Karena Perda ini harus disetujui Kemendagri kemudian turun ke kita,” jelas Gubernur.

Pada mekanisme lainnya, lanjutnya, dalam pelaksanaan pemberian hibah sudah disepakati bahwa penandatanganan Nota Perjanjian Hibah Daerah (NPHD) dilakukan langsung oleh penerima dan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait. 

“Hibah itu bukan hanya pesantren, hibah itu banyak. Bantuan-bantuan itu banyaknya sesuai dengan kemampuan keuangan daerah. Dimana-mana memang begitu mekanismenya dan berdasarkan Undang-undang. Saya mau bantu ponpes ya boleh, ada undang-undang dan sebagainya. Kebijakan itu dipayungi oleh peraturan-peraturan lain,” jelas Gubernur.

“Lalu dalam setiap kegiatan jangan dikorupsi itu sudah pesan Gubernur dari dulu. Tidak ada kepentingan. Gubernur masa motongin duit pesantren,” tambahnya.

Berkaitan dengan kontrol yang dilakukan, Pemerintah Provinsi, kata Gubernur, sedari awal telah dilakukan. Salah satunya, melalui audit internal melalui Inspektorat serta bekerja sama dengan BPKP. Pemprov Banten mendapatkan pendampingan BPKP untuk kegiatan aktivitas pengeluaran APBD.

Sementara itu Forum Silaturahmi Pondok Pesantren (FSPP), jelas Gubernur, merupakan lembaga yang memiliki data jumlah pondok pesantren. Karenanya, Biro Kesra dalam pelaksanaanya berkoordinasi dengan FSPP serta Kemenag yang selanjutnya membuat tim verifikator dalam mendapatkan data untuk kebutuhan uji administratif dan uji faktual. 

“FSPP dalam rangka mendukung pelaksanaan. Tetapi uang itu langsung diberikan kepada pemegang rekening (penerima hibah),” jelasnya.

Temuan Kejaksaan Tinggi Banten terkait adanya pemotongan dana hibah pondok pesantren, kata Gubernur, hal tersebut akan menjadi perhatian khusus bahwa ke depannya perlu pengawasan lebih kepada para pelaksana di tingkat Organisasi Perangkat Daerah (OPD). 

“Sistem yang kita bangun sudah bagus, langsung kepada rekening penerima, sudah terkontrol di situ. Yang perlu teman-teman pahami, Kita sudah membangun sistem e-hibah termasuk juga dengan penerimaan melalui sistem rekening,” jelas Gubernur.

Terkait temuan tersebut, Gubernur juga memastikan bahwa pihaknya mempersilakan Kejati untuk mengusut tuntas dan tidak akan melakukan intervensi apapun. 

“Kalau dari kajian ternyata ada temuan ya silakan. Saya tidak akan intervensi.  Silakan saja, karena saya menghormati proses hukum dan menghormati Kejaksaan. Gak ada saya punya pikiran-pikiran intervensi,” tegasnya.

Dalam kesempatan itu, Gubernur juga menegaskan, kiai tidak melakukan korupsi atau pemotongan. Karena para kiai sejak masa perjuangan sudah mandiri dalam upaya mendidik masyarakat. (msa)