JAKARTA, Indotimes.co.id – Lebih dari 90 persen pendukung tim nasional U23 dan Senior, saat ini terus memuji keberhasilan pelatih asal Korea Selatan,
Shin Tae-yong dan Rizky Rido serta seluruh pasukan. Utamanya setelah kita menang adu penalti melawan Korsel 2-2 (11-10).

Kalau pun ada yang tetap tidak mengakuinya, itu hanya segelintir saja. Meski ada yang mengaku pengamat, tetapi bisa kita uji juga perjalanan karirnya, benarkah pengamat? Atau, jangan-jangan harusnya melebeli diri pengamat.
Namanya juga sepakbola, pelatih, pemain, sering dianggap rendah oleh mereka yang berpikiran sempit.

Terkait soal penunjukkan STY, saya saat itu masih baru dua bulan menjadi staf khusus, Menpora Zainudin Amali. Saya ikut mendampingi Menpora ke SEA Games-30, Manila, November-Desember 2019.

Menpora mendapat tugas khusus untuk memperbaiki sepskbola. Maklum, sejak 2004 dan 2009 (dua kali di era SBY), Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora), sejak hari pertama bertugas, sepertinya (penglihatan dari luar), sudah mengambil jarak dengan PSSI.

Lalu, muncul tokoh yang digadang-gadang dekat kekuasaan, terkesan kuat ingin mengambil-alih PSSI. Maka, terjadilah Kongres Sepakbola Nasional, Maret 2010. Mereka gagal, meski tekanan dan intimidasi kian gencar, PSSI tetap bisa bertahan.

Sejak itu arah dualisme makin kuat. Bahkan di tahun 2010, lebih dari delapan bulan PSSI diteror dengan demo. Patut dapat diduga para pendemo ini orang-orang bayaran. Jika menggunakan istilah sekarang TSM (Terstruktur, Sistematis, dan Masif).

Baca Juga:  Li-Ning Sponsor Resmi Kontingen Asian Games Indonesia

Puncak di era Jokowi pertama. Kelompok yang sama mendeklarasikan kompetisi tandingan hingga organisaai tandingan. Kemenpora ikut di dalamnya. Akibatnya, PSSI dibekukan.

Beruntung ada Erick Thohir yang memiliki hubungan khusus dengan Presiden FIFA, Gianni Infantino. Singkat kisah Letjen TNI-AD, Pangkostrad, Eddy Rahmayadi yang mantan pemain PSMS Junior, terpilih. Singkatnya lagi Presiden Jokowi menugaskan Menpora 2019 untuk menjaga dan membangun sepakbola: “Menpora, Bapak Zainudin Amali, sepakbolanya ya pak,” kata Jokowi saat mengumumkan anggota kabinetnya.

Peran Iwan Bule

Berangkat dari fakta itu, Zainudin Amalilah Menpora pertama yang sangat dekat dengan PSSI. “Saya kan pembantu presiden, Pak MN,” itu yang diucapkan ZA pada saya. Oh ya, kami sudah saling mengenal sejak 1983, saat Amali menjadi pemain liga mahasiswa. Jadi kecintaannya pada sepakbola sudah teruji.

Penunjukan STY sendiri dilakukan jelang partai final SEA Games ke-30, 2019, di Manila. Adalah Iwan Bule, Ketua Umum dan Iwan Budiyanto, Wakil Ketua Umum PSSI saat itu yang mengajukan dua nama ke Menpora.

“Luis Mila atau STY, Pak Menteri,” begitu saat ZA yang saya dampingi berkunjung ke hotel yang menjadi markas tim sepakbola.

ZA sebagai Menpora tidak dalam posisi memutuskan, pemerintah hanya pada posisi memberi dukungan. Diskusi pun terjadi, dan PSSI sendiri diminta untuk bisa memilah dan memilih dengan perhitungan yang dalam.

Baca Juga:  Sempat Dihadang Pembalap Lain, Qarrar Firhand Ukir Lagi Podium 3 di Rok Super Final Italia

Di luaran saat itu, banyak pengurus PSSI yang berkeinginan agar Mila saja diperpanjang. Ibul, begitu sapaan akrab Irjen Pol yang belum lama menjabat sebagai Ketum PSSI, justru punya pemikiran lain.

Luis Milla menangani Timnas Indonesia pada tahun 2017 hingga 2018 menggantikan Alfred Riedl. Mantan pemain Barcelona dan Real Madrid itu, diharapkan mampu mengangkat timnas kita. Waktu satu tahun dianggap oleh mayoritas anggota esko PSSI sebagai waktu yang belum tepat untuk menilai Mila.

Tapi, Ibul justru memiliki pemikiran yang berbeda. STY pernah menangani timnas Korsel di Piala Dunia 2018. Meski Korsel gagal karena dua kali kalah dari Swedia 0-1 dan Meksiko 1-2, tapi laga (27/6/18) lalu, menjadi buah bibir lantaran STY dan Korsel mampu membenamkan Jerman sebagai juara bertahan 2-0.

Selain itu, Ibul juga melihat kedekatan antara orang Korea dengan Indonesia, bisa membuat persoalan-persoalan non-teknis bisa lebih mudah diselesaikan. Maka, meski tetap dapat ‘perlawanan’ (perbedaan) dari para esko, Ibul, memutuskan STY.

Iwan Budiyanto dan Ratu Tisa saat itu Sekjen, langsung bahu-membahu untuk mengamankan STY. Namun, belum lagi langkah besar dilakulan, dunia diguncang pandemi covid.

Tidak mudah bagi Ibul untuk meyakinkan semua pihak bahwa pilihannya pada STY tepat. Pandemi menghambat segalanya. Saat itu PSSI dan banyak cabor yang mengalsmi kesulitan. Langkah menjadi lebih berat lantaran ada tragedi Kanjuruhan. Ratusan Aremania tewas.

Baca Juga:  Putri Indonesia Torehkan Hasil Sempurna

Bukan Ibul jika tidak bisa keluar dari situasi itu. STY pun terus melangkah hingga akhirnya terjadi pergantian Ketua Umum dan jajaran esko.

Ibul juga melanjutkan program Nurdin Halid untuk melakukan nsturalisasi. Hasani Abdulgani, esko PSSI yang memperoleh tugas teknis.

Jadi, jika saat ini STY mencapai tangga tertinggi, orang tidak boleh melupakan ads Ibul di balik semua ini. Ibul juga yang membawa dan menyediakan tangga itu. Kalau saja Desember 2019 Ibul ikut arus untuk memperpanjang Mila, mungkin nasib sepakbola kita belum akan seperti ini.

Meski sudah tidak lagi menjadi Ketum PSSI, tapi Ibul tetap mencintai sepakbola, khususnya timnas saat ini yang sedikit-banyak ada campur tangannya. Hampir setiap laga timnas, Ibul menyempatkan diri untuk nobar dalam jumlah terbatas.

Sebagai penegak hukum, Ibul tahu batasan nobar yang diizinkan dengan nobar yang bersifat komersial.

Jadi, keberhasilan itu pasti tidak _ujug-ujug_ (tiba-tiba). Semua harus ada awalannya. Jika saat ini kita berhasil dengan sangat membanggakan, itu juga berkat jibaku Eto, sapaan akrab Ketum PSSI, memenuhi semua kebutuhan STY serta seluruh pemain.

Allah selalu indah untuk mengatur segalanya. Terima kasih Pak Ibul.
Terima kasih Iwan Budianto. Terima kasih Ratu Tisa. Terima kasih PSSI (yang dulu dan sekarang).Terima kasih Timnas Mania dan utamanya Terima kasih pemerintah.