JAKARTA, Indotimes.co.id – Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) di tingkat pusat maupun provinsi di Indonesia menginginkan adanya harmonisasi antara KONI, Legislatif, dan Yudikatif dari mulai tingkat Pusat hingga daerah untuk kesinambungan program pembinaan yang dijalankan selama ini.

Hal tersebut dikemukakan Wakil Ketua Umum KONI Pusat Marsekal TNI (Purn) Inugroho dalam Sarasehan Forum Komunikasi KONI Provinsi Seluruh Indonesia yang berlangsung di Hotel Sultan Jakarta, Jumat (23/11). Sarasehan yang diselenggarakan KONI DKI Jaya tersebut, menghadirkan pembicara ahli hukum tata negara Prof Dr Irmanputra Sidin, Prof Dr Bidawi Hasyim, dan wartawan senior Hendri CH Bangun.

Menurut Inugroho inti dari sarasehan ini tujuannya memberikan masukan dan solusi kepada Pemerintah dalam rangka pembinaan olahraga di Indonesia. Terutama dalam menyikapi Perpres No. 95 tahun 2017 tentang pembubaran Program Satlak Prima dalam menghadapi Asian Games 2018 beberapa waktu lalu.

Perpres tersebut dianggap bertentangan dengan Undang Undang Nomor 3 Tahun 2005 Tentang Sistem Keolahragaan Nasional (SKN). Pasalnya, Perpres 95 yang seharusnya memperkuat keberadaan KONI, yang terjadi justru sebaliknya. Kewenangan KONI seperti diamputasi.

Inugroho menilai, sebenarnya lahirnya Perpres 95 untuk memperkuat keberadaan KONI. Tapi yang terjadi malah sebaliknya, karena KONI kini hanya bertindak sebagai pengawas kegiatan yang dilaksanakan oleh Kemenpora.
Kondisi KONI sekarang sebagai induk cabang olahraga hanya menjadi penonton. Pelatnas seolah-olah menjadi tidak ada, lantaran pembinaan langsung dilakukan oleh Kemenpora dan cabang olahraga. Intinya KONI kehilangan fungsi, kendali, dan koordinasi.

Inugroho mengakui, sukses Asian Games memang tidak dapat dipungkiri. Tapi perlu dilihat dari mana saja medali emas yang banyak diraih kontingen Indonesia. Apakah dari cabang olahraga olympic atau non olympic. Jadi menurut dia sukses Asian Games belum pasti menunjukkan bahwa pembinaan olahraga sudah benar.

“Prestasi yang konsisten menunjukkan bahwa pembinaan prestasi sudah benar. Dan itu baru ada di China. Kita bisa saja peringkat 4 sekarang karena faktor tuan rumah. Pada Asian Games berikutnya belum tentu prestasi tersebut dapat dipertahankan,” unkap Inugroho.

Hal senada diutarakan Ketua Umum KONI DKI Jaya, Djamhuron P Wibowo, yang mengatakan langkah ini harus dilakukan agar KONI dan Pemerintah bersinergi. Perpres 95 adalah domainnya Pemerintah Pusat untuk disinergikan dengan KONI Pusat sebagai Pengawas dan Pendamping di Pelatnas Asian Games pascapembubaran Satlak Prima.
“Namun, penerapannya di daerah perlu dikaji ulang apakah perlu diberlakukan juga sesuai dengan kondisi di daerah masing-masing,” papar, Djamhuron seusai sarasehan.

Sedang Ketua KONI Jawa Timur, Erlangga Satriagung, menegaskan jika Perpres 95 ini berkelanjutan,sangat tidak tepat dengan tupoksi pembinaan yang dilakukan oleh KONI Provinsi.
“Tentunya produk hukum dengan dibawahnya harus klop. Kami memberikan masukan yg konstruktif kepada Pemerintah agar Perpres dan UU-SKN tidak berbenturan,” ungkap Erlangga.

Sementara itu, Ketua Umum KONI Sumatera Utara, John Lubis mengemukakan, sangat sulit untuk mengaplikasikan Perpres 95 itu di daerah. Pasalnya, nantinya akan muncul produk hukum lain berupa Peraturan Gubernur(Pergub) atau Peraturan Daerah(Perda) yang akan tumpang tindih antara lain dengan PP-16, PP-17, dan UU-SKN.