JAKARTA, Indotimes.co.id – Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Zainudin Amali memaparkan Grand Design Keolahragaan Nasional (GDKN) dalam rapat kerjanya dengan Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), selaku mitra kerja di gedung Nusantara I, Komplek Parlemen, Senayan Jakarta, Selasa (23/3).

GDKN ini berdasarkan arahan Presiden RI Joko Widodo dalam amanatnya di acara Haornas 2020 lalu, guna mereview kembali pola pembinaan olahraga Indonesia sehingga dapat meningkatkan prestasi nasional dan internasional.

Menurut Zainudin, pihaknya tidak bekerja sendiri, namun bekerja sama dengan berbagai perguruan tinggi, melibatkan para pakar, guru besar, akademisi hingga praktisi olahraga yang kemudian dilakukan uji publik dibeberapa kota dan beberapa perguruan tinggi.

Politikus Partai Golkar itu menegaskan bahwa tidak ada jalan pintas dalam meraih prestasi, bahkan dia mengutip pernyataan dari seorang pakar dan guru besar Anders Ericsson yang menyebutkan, dibutuhkan waktu minimum 10 tahun atau 10000 jam latihan untuk mengantarkan atlet menuju podium internasional.

Sehingga sudah barang tentu pembinaan atlet jangka panjang merupakan kunci untuk meraih prestasi ditingkat dunia dan itu merupakan sebuah investasi. “Ini adalah investasi negara untuk pembangunan sumber daya manusia serta mengangkat harkat dan martabat bangsa di tingkat Internasional,” ucap Zainudin.

“Hanya ada dua peristiwa dimana lagu Indonesia Raya dan bendera Merah Putih dikibarkan, yakni ketika kunjungan presiden atau kepala negara ke luar negeri dan yang kedua ketika atlet kita mendapatkan prestasi medali emas. Jadi olahraga ini merupakan upaya kita untuk mengangkat harkat dan martabat bangsa,” tambahnya.

Baca Juga:  Ketum PSSI: PT LIB Perlu Segera Diaudit

Lebih lanjut ia memaparkan, berdasarkan hasil pemetaan, ditemukan 13 hal permasalahan utama olahraga nasional. Antara lain adalah partisipasi dan kebugaran jasmani masyarakat yang masih rendah, ditambah prasarana dan sarana olahraga masih terbatas dan belum memenuhi standar.

Kemudian sistem pembinaan olahraga prestasi belum dikembangkan dan dilakukan secara sistematis, terencana, berjenjang dan berkelanjutan. Manajemen kompetisi belum berjenjang, rutin, berkelanjutan dan tidak sesuai dengan kelompok usia serta karakteristik cabang olahraga. Lantas tenaga keolahragaan belum memenuhi secara kuantitas dan kualitas dari lisensi federasi Internasional.

Zainudin juga menyebutkan jika sport science belum dijadikan sebagai faktor utama untuk mendukung prestasi olahraga. Terlebih dukungan anggaran masih menjadi keluhan. Manajemen organisasi keolahragaan belum sepenuhnya dijalankan secara professional. Profesi sebagai olahragawan belum sepenuhnya menjadi pilihan dan tidak ada jaminan masa depan purna prestasi. “Profesi sebagai olahragawan ini belum menjadi pilihan karena masa depannya tidak jelas,” jelasnya.

Zainudin menambahkan jika kurikulum pendidikan khusus atlet belum ada. “Itu para atlet kita yang di Pusat Pendidikan dan Latihan Olahraga Pelajar (PPLP), SKO Cibubur itu mendapatkan pelajaran sama dengan pelajaran reguler yang oleh siswa- siswi yang non atlet, pasti mereka akan bimbang, dia tidak akan terkonsentrasi. Misalnya hari ini ujian besok dia bertanding pasti dua-duanya, yang satu anjlok yang satu jeblok atau sebaliknya. Oleh karena itu harus ada kurikulum khusus untuk mereka, sehingga mereka tidak ada kekhawatiran kalau dia konsentrasi menjadi atlet prestasi akademiknya tidak akan terganggu,” jelasnya.

Baca Juga:  JAPFA Chess Festival 2023 : Dewi AA Citra Buka Peluang Juara

Masalah selanjutnya yang dipaparkan Menpora Amali adalah data base, sistem informasi dan analisis big data keolahragaan yanh belum dilakukan, yang menurutnya peran BUMN dan Pemerintah Daerah dalam mendukung atlet berprestasi belum optimal, serta masih kurangnya sinergitas dengan organisasi keolahragaan.

Pada raker tersebut, Menpora menyatakan bahwa desain olahraga nasional tujuannya untuk mencapai target jangka menengah dan jangka panjang dari tahun 2021 hingga 2045. Menurutnya, tahapan target ini dibuat, disesuaikan dengan waktu pelaksanaan Olimpiade.

Misalnya, partisipasi masyarakat berolahraga Indonesia hanya 34% sementara yang diharapkan untuk mencapai kebugaran dan untuk mendapatkan talenta-talenta yang baik itu harus di tingkat 70persen. Disisi lain, tingkat keaktifan oleharaga siswa hanya 5 persen.

“Jadi masih sangat rendah contoh yang paling sederhana rata-rata langkah kaki orang Indonesia per hari itu hanya 3513 langkah. Data hasil riset atau penelitian dan perguruan tinggi minimum langkah yang diharapkan untuk supaya orang menjadi bugar itu 7.000-10.000,” jelasnya.

Baca Juga:  INAPGOC Pastikan Kesiapan Bandara Soetta Hadapi Asian Para Games 2018

“Sehingga dalam masa 2021-2024 diharapkan partisipasi olahraga masyarakat bisa meningkat sampai 40%. Kemudian siswa aktif berolahraga dari 5 persen menjadi 10 persen dan Olimpiade Tokyo nanti diharapkan berada di peringkat 40 besar,” tandasnya.

Dengan demikian, lanjutnya pada jangka panjang 2040-2044 nanti diharapkan partisipasi olahraga masyarakat menjadi 70 persen, siswa aktif berolahraga 30 persen dan peringkat 6 besar Olympiade dan Para Olimpiade 2040.

“Kemudian peringkat 5 besar OlImpiade 2044, peringkat 5 besar para olimpiade 2044. Masih sangat jauh tapi kita harus optimis rencana induk kita atau masterplan peningkatan prestasi olahraga sebagaimana yang telah kita canangkan tadi bahwa 2032 kita harus masuk di posisi 10 besar dan itu tentu kita harus benar-benar memetakan mana cabang-cabang olahraga yang memungkinkan untuk bisa mencapai keinginan itu,” jelasnya pula.

Selain terkait GDKN, dalam raker itu juga membahas dampak dari pemotongan anggaran APBN Tahun Anggaran 2021, serta terkait insiden yang menimpa tim bulu tangkis Indonesia di ajang All England Open 2021.