Dewan PYC Alex Wibowo: Diperlukan Kolaborasi Sinergis dalam Penyusunan Kebijakan Transisi Energi

JAKARTA, Indotimes.co.id – Dewan Pengawas (Dewas) Purnomo Yusgiantoro Center (PYC) Alexander E. Wibowo menegaskan, diperlukan kolaborasi sinergis yang melibatkan pemerintah, akademisi, dan sektor swasta sebagai pengguna dalam penyusunan kebijakan transisi energi yang efektif di Indonesia.

Pemerintah menargetkan Energi Baru dan Terbarukan (EBT) sebesar 23% pada bauran energi nasional di tahun 2025. Kebijakan ini menjadi komitmen Indonesia untuk mengurangi emisi hingga 29% pada tahun 2030,

“Diperlukan regulasi yang menjadi acuan sektor energi baru dan terbarukan (EBT). Efisiensi energi nantinya akan memainkan peran signifikan dalam pemulihan ekonomi pada era endemi, saat ini,” kata Alex saat memimpin sesi “Policy Room” pada Konferensi Energi Internasional 2023 yang diselenggarakan Purnomo Yusgiantoro Center di Hotel Luwansa, Jakarta, Sabtu (16/9/2023).

Konferensi dwitahunan yang berlangsung pada 15-16 September 2023, dibuka secara resmi oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif, dihadiri Pendiri PYC sekaligus mantan Menteri ESDM Purnomo Yusgiantoro, Ibu Lis Yusgiantoro, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Indonesia (Mendikbudristek), Duta Besar Kerajaan Malaysia untuk Republik Indonesia (RI) Dato’ Syed Md Hasrin Tengku Hussin, dan Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM Dadan Kusdiana, dan para peserta konferensi baik dari dalam maupun luar negeri.

Baca Juga:  LPDB KUMKM Kembangkan Sektor Unggulan Jatim

Pembicara pada sesi “Policy Room” adalah Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Yudo Dwinanda Priaadi, Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Bidang Industri Bobby Gafur Umar, Direktur Global Tim Perubahan Iklim CDP Sue Armstrong Brown, Profesor Emeritus & Profesor Yayasan Teknik Transportasi, Universitas New South Wales, Sydney John Black.

Alex mengungkapkan, ada tiga hal pokok yang menjadi kunci keberhasilan pengembangan industri menuju transisi energi hijau.

Pertama, kebijakan rencana pembangunan energi nasional, pajak karbon, CFPP, insentif kendaraan listrik, dan pengembangan hidrogen.

Kedua, kerja sama dalam penyusunan strategi transisi energi untuk menjaga kualitas dan keandalan.

“Ketiga, dalam kaitannya dengan transportasi berkelanjutan, tata kelola pemangku kepentingan adalah hal yang krusial. Ini untuk memastikan bahwa pembuat keputusan menerima data untuk penyusunan kebijakan bagi berbagai pasar, seperti perjalanan urban, transportasi darat dan laut, termasuk kendaraan listrik, hidrogen, dan hybrid,” kata dia.

Baca Juga:  Kemenkop Dorong KUKM Terapkan Ekonomi Digital

Menurut Alex, kebijakan pemerintah sangat diperlukan dalam mengeksplorasi dan berbagi strategi mempercepat transisi energi dari sisi permintaan.

“Harus fokus pada pendekatan inovatif untuk meningkatkan efisiensi energi dan mendorong penerapan praktik energi berkelanjutan secara luas. Aspek ini harus diterapkan pemerintah, akademisi, dan para pemangku kepentingan yang terkait,” kata dia.