JAKARTA, Indotimes.co.id – Kementerian Koperasi dan UKM menyatakan, perlu adanya langkah restrukturisasi atau penataan kembali usaha yang dilakukan Koperasi dan usaha mikro, kecil dan menengah (KUMKM). Hal ini untuk menjaga kondisi koperasi dan UMKM agar kinerja usahanya tidak mengalami penurunan atau bahkan kebangkrutan.

“Untuk melakukan restrukturisasi, tentunya harus ada alat (tools) yang digunakan. Yaitu, sistem aplikasi berbasis Web yang gunanya untuk mendeteksi secara dini sebagai tanda adanya permasalahan yang mengganggu kelangsungan usaha koperasi dan UMKM. Kita menyebutkan Instrumen Diagnosa Restrukturisasi Usaha KUMKM,” kata Sekretaris Deputi Bidang Restrukturisasi Usaha Kementerian Koperasi dan UKM Wardoyo, pada acara Focus Group Discussion (FGD) bertema Instrumen Diagnosa Sebagai Media Menuju Ketahanan Usaha Koperasi dan UMKM, di Jakarta, Rabu (21/11).

Wardoyo menambahkan, Instrumen Diagnosa (sebagai sistem peringatan dini) ini dibangun dengan tujuan agar para pengurus KUMKM lebih mudah dalam mengambil keputusan dan tindakan apa yang dapat dipersiapkan sebelum, pada saat, maupun pasca kejadian jika terjadi gangguan usaha.

“Instrumen Diagnosa ini pun dapat dibangun berdasarkan kesepakatan stakeholder dan persepsi yang sama tentang pengertian gangguan usaha dan cara mengatasinya. Selain itu, pendefinisian akan faktor-faktor penyebab jenis/klasifikasi gangguan usaha harus disepakati sebagai acuan dalam upaya mengatasi gangguan usaha tersebut,” jelas Wardoyo.

Untuk tindakan mengatasi gangguan usaha, lanjut Wardoyo, diperlukan penginputan data terkait dengan permasalahan yang dihadapi, jenis gangguan dan faktor penyebabnya, data keuangan dan kinerjanya terkait dengan prediksi, potensi kebangkrutan dan pengelolaan data untuk menentukan tingkat kualitas pengelolaan usaha koperasi dan UMKM.

Wardoyo mengungkapkan, pada 2017 pihaknya sudah menyusun aplikasi yang dinamakan Sistem Peringatan Dini atau Early Warning System untuk koperasi dan UMKM dengan aspek penilaiannya meliputi aspek organisasi/kelembagaan, aspek usaha dan aspek keuangan dengan menggunakan rumus-rumus standar akuntansi laporan keuangan dan bentuk quisioner.

“Pada 2018, kami sosialisasikan ke beberapa daerah dan uji coba ke beberapa koperasi dan UMKM. Namun, di lapangan menghadapi banyak kendala antara lain untuk menginput laporan keuangan koperasi yang multi usaha belum bisa diakomodir ke dalam aplikasi EWS tersebut. Begitu juga dengan laporan keuangan UMKM,” kata Wardoyo.

Untuk itu, kata Wardoyo, agar aplikasi EWS koperasi dan UMKM dapat mengakomodir dan dapat mendeteksi semua aspek yang ada di koperasi dan UMKM, Kemenkop UKM mengubah namanya menjadi Instrumen Diagnosa Restrukturisasi Usaha KUMKM.

“Melalui FGD ini, kami ingin mengenalkan Instrumen Diagnosa KUMKM yang telah disusun dan diuji coba keakuratan dan kesesuaiannya dengan kebutuhan dalam rangka deteksi dini permasalahan koperasi dan UMKM beserta rekomendasi penanggulangan atau pemecahannya,” ujar Wardoyo.

Sehingga, dapat dilakukan langkah-langkah operasional penyehatan oleh para Pembina dan Pendamping Koperasi dan UMKM dan/atau pengurus Koperasi dan pelaku UMKM sendiri.

“Kami juga butuh masukan Untuk penyempurnaan Instrumen Diagnosa, sehingga menjadi lebih sempurna, aplikatif dan mudah dioperasionalkan dan berguna bagi peningkataan kinerja koperasi dan UMKM yang pada akhirnya meningkatkan daya saing bagi koperasi dan UKM,” kata Wardoyo.

Melalui FGD ini, Wardoyo mengharapkan adanya upaya untuk menyempurnakan Instrumen Diagnosa dari berbagai aspek seperti formula analisanya, bobot penilaian, scoring tingkat kesehatan dan predikat hasil penilaian terhadap kondisi kinerja koperasi dan UMKM. “Sehingga, akan diperoleh masukan yang konstruktif dalam upaya penyempurnaan Instrumen Diagnosa generasi kedua ini,” kata Wardoyo.

Pembicara lain, Dosen Universitas Bakrie Jakarta Dr Suwandi berharap Instrumen Diagnosa KUMKM bisa segera dioperasikan di seluruh Indonesia. Karena, KUMKM amat membutuhkan hal itu bagi penataan usahanya.

“Ada koperasi sehat dan tidak sehat, aktif dan tidak aktif, dan bahkan ada koperasi papan nama, dan sebagainya. Begitu juga ada UKM yang seumur-umur tidak pernah naik kelas. Mereka itu sangat membutuhkan restrukturisasi usaha melalui Instrumen Diagnosa KUMKM ini,” papar Suwandi.

Suwandi pun meminta agar Instrumen Diagnosa KUMKM lebih fokus pada skema restrukturisasi menyangkut aspek usaha yang dijalankan, aset dan modal, serta utang. Misalnya terkait utang, ada eksternal dimana yang merestrukturisasi adalah pihak kreditur terhadap koperasi. Ada juga internal dimana yang merestrukturisasi adalah koperasi terhadap anggotanya.

“Menyangkut aspek kelembagaan, Instrumen Diagnosa KUMKM bisa fokus pada legalitas, organisasi, manajemen, dan keanggotaan,” kata Suwandi.

Meski begitu, Suwandi mengakui masih terdapat kendala dalam penerapan Instrumen Diagnosa KUMKM.

“Tidak mudah menimbulkan kebutuhan restrukturisasi usaha. Pihak KUMKM merasa cukup, tidak ada masalah, hingga resistensi kehadiran pihak luar. Kendala bagi Pembina KUMKM menyangkut ketersediaan SDM, jangkauan di lapangan, anggaran, pemahaman terhadap KUMKM, hingga sosialisasi program early warning system atau EWS tersebut,” kata Suwandi.

Sementara itu, dalam sambutan penutupnya, Deputi Bidang Restrukturisasi Usaha Kementerian Koperasi dan UKM Abdul Kadir Damanik menegaskan bahwa meski banyak sistem yang diterapkan di beberapa kedeputian Kemenkop UKM, namun Instrumen Diagnosa memiliki pendekatan yang berbeda. Di Deputi Kelembagaan ada sistem pemeringkatan, di Deputi SDM ada Lamikro, Deputi Pengawasan juga memiliki sistem pengawasan koperasi, dan sebagainya.

“Kalau yang EWS atau Instrumen Diagnosa ini bisa dijadikan sebagai pedoman manual atau sebagai alat untuk melihat kondisi dirinya sendiri. Itu bisa dijadikan bahan untuk memperbaiki diri,” ujar Damanik.

Artinya, lanjut Damanik, hasil dari Instrumen Diagnosa KUMKM ini bukan sebagai pengantar atau bisa dipakai untuk mendapatkan kredit perbankan. “Tapi, hasil itu bisa dijadikan patokan dasar bila laporannya benar,” kata Damanik.

Menurut Damanik, hasil dari Instrumen Diagnosa KUMKM ini akan memberikan koperasi atau UKM itu masuk klasifikasi mana, A, B, C, atau klasifikasi D.

“Oleh karena itu, saya berharap Instrumen Diagnosa KUMKM bisa segera diluncurkan, karena sudah terlalu lama dalam pembahasan. Bila setelah diluncurkan ada koreksi ya sesuaikan saja dengan proses yang terjadi di lapangan. Koreksi itu hal yang alami dan lumrah,” ujar Damanik.