Pengawasan Koperasi Tekankan Aspek Legalitas

MATARAM, Indotimes.co.id – Deputi Pengawasan Kementerian Koperasi dan UKM, Suparno mengatakan, legalitas dan pembinaan koperasi menjadi fokus pengawasan koperasi saat ini. Pasalnya, banyak kasus koperasi yang mencuat saat ini, akibat melalaikan aspek legalitas seperti perizinan, badan usaha, AD/ART maupun kepatuhan melakukan Rapat Anggota Tahunan (RAT).

Di sisi lain, ada fungsi kedeputian pengawasan dalam rangka membina dan menumbuhkembangkan koperasi di Tanah Air.

“Misalnya, di masa lalu koperasi begitu memiliki badan hukum, lalu boleh melakukan usaha apa saja dan dimana saja. Kalau sekarang tidak, semua ada aturannya, ada aspek legalitasnya,” tegas Suparno dalam arahannya usai membuka acara Sosialisasi Sistem dan Pedoman / Petunjuk Teknis Pengawasan Kepatuhan Koperasi serta Pemeriksaan KSP/KSSPS/USP/USPPS Koperasi di Mataram NTB, Selasa (18/6).

Suparno menjelaskan, koperasi yang memiliki unit usaha transportasi, harus memiliki ijin dari 5 Kementerian/dinas Perhubungan. Demikian pula yang menekuni pariwisata, juga harus memiliki izin dari Kementrian/dinas pariwisata.

Baca Juga:  Penanggulangan Bencana Bagi KUMKM Jadi Prioritas Kemenkop

“Aspek legalitas menjadi penting bila nanti muncul satu masalah dan harus berurusan dengan aparat penegak hukum, karena yang ditanya terlebih dulu adalah aspek legalitasnya,” tegasnya.

Dalam hal ini, tak hanya koperasi di daerah yang banyak menawarkan pinjaman sampai masuk ke pasar-pasar, namun juga koperasi besar yang membuka cabangnya di5 daerah.

“Masih banyak temuan koperasi yang memberi pinjaman pada bukan anggota, padahal dalam aturannya tidak boleh. Demikian juga koperasi besar yang membuka cabang di daerah, banyak melupakan aspek legalitasnya,” kata Suparno.

Dalam kasus kasus seperti ini, pengawasan koperasi harus bisa tegas, namun tidak langsung mematikan mereka.

“Aparat pengawas koperasi harus hadir disana untuk membina, menfasilitasi agar koperasi itu mengurus aspek legalitasnya. Baru kalau sudah dibina, diberi surat peringatan, kok tetap membandel, maka izinnya bisa kita usulkan untuk dicabut,” ujarnya.

Baca Juga:  BKKBN Uji coba Penerapan Indeks Pembangunan Keluarga di 1.000 KK

Suparno menambahkan, untuk menciptakan koperasi yang sehat, pendirian koperasi akan dipermudah, namun landasan-landasan pendiriannya harus diperkuat, sehinga koperasi bisa tumbuh secara berkualitas.

Kendala Permodalan

Sementara itu Kadinaskop NTB Lalu Saswadi mengatakan, pihaknya terus mendorong koperasi-koperasi di provinsi NTB untuk melakukan RAT, sebagai salah satu syarat sebagai koperasi sehat.

“Musibah gempa di NTB Maret lalu memang banyak berdampak pada kelangsungan usaha UKM dan koperasi. Namun kami terus mendorong mereka untuk bangkit lagi, dan cukup banyak motivasi dari kementerian untuk kebangkitan lagi koperasi dan UKM di NTB ini pasca gempa,” kata Lalu Saswadi.

Ia menjelaskan, saat ini di NTB terdapat 4.110 koperasi dimana yang aktif sebanyak 2.574 koperasi atau 62 persen. Dari jumlah itu, yang melakukan RAT 2017 sebanyak 1.184 koperasi atau sekitar 46 persen. Sementara koperasi yang melakukan RAT tahun buku 2018 sampai saat ini baru sekitar 38 persen. “Kami berharap koperasi yang melakukan RAT tahun buku 2018, setidaknya bisa sama dengan tahun sebelumnya,” jelasnya.

Baca Juga:  LPDB Dapat Pengalihan Dana Bergulir Rp887,9 Miliar

Sementara terkait koperasi tidak aktif yang sudah dibubarkan sejauh ini mencapai 453 koperasi dengan rincian 149 koperasi yang dibubarkan di 2017 dan 304 koperasi di tahun 2018.

Lalu Saswadi mengatakan, sebenarnya potensi berkembangnya usaha koperasi dan UKM di NTB cukup besar. Misalnya, sektor pertanian dan budidaya hasil perikanan dan kelautan seperti rumput laut. Namun kendala permodalan jadi salah satu hambatan.

“Kami ingin bisa mengakses langsung pendanaan dari LPDB bukan melalui chaneling lewat BPR. Sejauh ini baru tiga koperasi yang mendapatkan dana bergulir dari LPDB,” ujarnya.