YOGYAKARTA, Indotimes co.id – Jelang memasuki tahun politik 2024, sudut pandang generasi muda Indonesia mulai dibumbui dengan berbagai informasi yang terbilang salah atau hoax lewat kampanye ideologi khilafah, radikalisme dan intoleransi di media sosial.

Tentunya hal ini perlu disaring dan diantisipasi karena bisa menghancurkan keutuhan berbangsa dan bernegara. Maka Pancasila sebagai ideologi tetap harus dipertahankan untuk menjaga keutuhan NKRI.

“Lima sila Pancasila diterima semua agama yang ada di Indonesia. Pancasila tidak bertentangan dengan Islam, bahkan sesuai dan selaras dengan ajaran Islam,” kata Anggota DPR/MPR RI, Drs HM Idham Samawi dalam Forum Group Discussion (FGD) yang dihelat Aliansi Bela Garuda (ABG), Sabtu (3/12) di Hotel Musafira Jalan Surokarsan Yogyakarta.

Idham Samawi juga menjelaskan soal sikap dan sifat toleransi yang dilakukan Rasulullah dalam menjalani kehidupan. Selain itu, Ia juga membeberkan soal konsep Islam hubungan manusia dengan Allah (habluminallah) dan hubungan manusia dengan manusia (habluminannas) yang menurutnya selaras dengan sila Pancasila.

Baca Juga:  Refleksi Akhir Tahun 2022; "Pancasila Membumi Bersama Media"

“Bahkan Rasulullah dalam Piagam Madinah juga memberikan toleransi pada umat beragama lainnya. Islam mengajakan Tauhid, kemanusiaan, ukhuwah (persatuan), musyawarah juga sosial peduli kaum dhuafa dan yatim,” ungkapnya.

Sementara itu, Pengamat Hukum dan Keamanan, Rakyan Adibrata mengatakan, politik memang tidak bisa lepas dengan identitas. Akan tetapi, tetap tidak bisa di satukan.

“Hanya saja politik identitas yang tidak memberi toleransi pada yang berbeda justru akan menjadi api dalam sekam menghancurkan grassroot,” tegas Rakyan.

Tak hanya itu saja, Raykan yang selau mengamati dan mengalami langsung dinamika politik identitas di DKI Jakarta saat pemilihan Gubernur menyatakan hingga saat ini masih terasa masyarakat menjadi terkotak-kotak.

“Bahkan hingga Pemilihan Ketua OSIS di sekolah negeri di Jakarta ada guru yang mengarahkan ke kandidat siswa Muslim,” jelasnya.

Lebih lanjut Dr Subkhi Ridho menyebutkan perang ideologi yang intens di internet dengan pelaku itu-itu saja namun mempunyai banyak akun dan tersebar luas harus bisa diantisipasi dengan cepat dan tepat melalui internet dan gerakan nyata tidak berhenti dalam diskusi saja.

Baca Juga:  Emas PON Farrel Armandio, Jadi Inspirasi Kebangkitan Renang Papua

“Generasi saat ini tidak terbiasa membaca, lebih suka langsung melihat dan mendengar melalui medsos dari hape. Karenanya untuk edukasi bisa juga dilakukan melalui konten di TikTok, Instagram, Twitter,” jelasnya.

Acara ditutup dengan pernyataan sikap Ketua Umum ABG Totok Ispurwanto yang dibacakan Ketua Panitia Abdul Haris Nepe. “Menolak tegas praktek politik identitas, radikalisme intoleransi yang mengancam demokrasi. Mengutuk pihak yang menggunakan untuk jualan politik meraih kekuasaan,” tegasnya.

Selanjutnya mengajak seluruh elemen masyarakat menjauhi politik identitas, radikalisme intoleransi yang dapat menghancurkan keutuhan berbangsa dan bernegara.

“Mengajak seluruh elemen masyarakat Indonesia mengedepankan nilai-nilai Pancasila dan toleransi jelang hajatan demokrasi 2024,” tandasnya.