JAKARTA, Indotimes.co.id – Kasus sengketa tanah yang menyeret Putri Zulkifli Hasan dipastikan bakal berlarut-larut.

Pasalnya, Putri yang merupakan anak kandung dari Zulkifli Hasan, Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) yang juga Menteri Perdagangan (Mendag) di Pemerintahan Jokowi, mangkir pada sidang mediasi yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur, Kamis (24/8).

Ketidakhadiran Putri atau kuasa hukumnya pada sidang mediasi kali ini sungguh di luar dugaan. Sebab, kuasa hukum Putri pada sidang sebelumnya pada 10 Agustus 2023, bilang kalau akan hadir pada proses mediasi saat ini.

Yang hadir hanya pihak penggugat I, yaitu Aziz Anugerah Yudha Prawira bersama kuasa hukumnya, Firma Hukum DR. Yayan Riyanto, SH, MH.

“Mediasi hari ini tergugat tidak ada yang hadir, padahal tanggal mediasi sudah disepakati, lalu tidak ada kabar dan tidak ada keadilan dari para tergugat,” kata Yayan Riyanto yang mendampingi Aziz Anugerah Yudha Prawira di PN Jakarta Timur.

Lantaran yang hadir hanya salah satu pihak, diputuskan sidang mediasi akan digelar kembali pada Kamis, 21 September 2023 mendatang.

Seperti diketahui, Putri Zulkifli Hasan ikut terseret dalam kasus jual beli lahan dan bangunan di Kelurahan Cipinang Muara, Kecamatan Jatinegara, Jakarta Timur.

Adapun para penggugat terdiri dari Aziz Anugerah Yudha Prawira (penggugat I – karyawan swasta), wiraswasta Binar Imammi (penggugat II – wiraswasta), dan Galuh Safarina Sari Kalmadara (penggugat III – wiraswasta).

Sementara Putri Zulkifli Hasan, sebagai pihak tergugat III yang merupakan anak dari Ketua Umum PAN dan Mendag, digugat bersama dengan tiga orang lainnya. Mereka adalah Lie Andry Setyadarma (tergugat I), Gianda Pranata (tergugat II), dan Dr. H Syafran (tergugat IV).

Hingga saat ini, pihak penggugat masih menunggu itikad baik dari para tergugat, utamanya Putri Zulkifli Hasan dan Lie Andry Setyadarma.

Namun, Yayan Riyanto belum bisa memastikan seperti apa solusi yang akan diberikan Putri Zulkifli Hasan kepada kliennya.

Sebab, sejauh ini Putri yang juga mantan menantu Amien Rais ini tak pernah hadir sama sekali di sidang. Tiga kali sidang sebelumnya hanya hadir sekali, selanjutnya pada sidang mediasi kembali mangkir.

“Kita belum tahu (seperti apa maunya), cuma kita sudah dapat informasi bahwa rumah klien kami sertifikatnya sudah berganti nama atas nama Putri. Rumahnya juga sudah diperbaiki dan direnovasi, padahal perkara ini sudah kami laporkan ke Bareskrim, tapi tetap saja dijual dari Lie Andry ke Putri. Padahal, klien kami hanya meminjam uang ke Lie Andry, tapi malah oleh Lie Andry dijual ke Putri,” ungkap Yayan Riyanto.

Seperti diketahui, kasus ini bermula dari penggugat I, yaitu Aziz Anugerah Yudha Prawira yang membutuhkan pinjaman uang secara cepat tanpa melalui perbankan.

Saat itu, Aziz Anugerah diperkenalkan kepada tergugat II, Lie Andry Setyadarma, yang menawarkan pinjaman dengan jaminan sertifikat rumah. Azis kemudian diberi pinjaman sebesar Rp5.500.000.000, dengan jaminan sertifikat hak milik dari tergugat II.

Namun, dalam perjanjian tersebut, terdapat potongan sebesar Rp1.723.000.000 yang terdiri dari bunga, diskonto, biaya notaris, dan potongan lainnya. Pinjaman tersebut dilakukan melalui transfer e-banking dan sebagian besar uang langsung ditarik tunai oleh tergugat II.

Saat penggugat I hendak memperpanjang pinjaman, tergugat I menyatakan bahwa pinjaman tersebut sebenarnya adalah pembelian rumah dan bukan pinjaman uang. Oleh karena itu, penggugat merasa tertipu karena pada awalnya perjanjian tersebut diklaim sebagai pinjaman uang.

Apalagi, nilai objek sengketa berupa satu unit rumah sangat jauh dari jumlah pinjaman, dengan perkiraan harga pasar mencapai Rp30.000.000.000. Pengalihan kepemilikan juga dilakukan tanpa memberitahukan kepada penggugat.

Rumah sengketa tersebut telah dilaporkan oleh Binar Imammi ke Bareskrim Polri pada tanggal 10 November 2021 dengan Nomor: STTL/452/XI/2021/Bareskrim, kemudian rumah tersebut dibeli oleh Putri. Informasi dari BPN Jaktim menyebutkan bahwa rumah tersebut dibeli pada tahun 2022.

Berdasarkan hal-hal tersebut, Firma Hukum DR. Yayan Riyanto SH. MH berargumen bahwa perbuatan dari tergugat I, tergugat II, tergugat III, dan tergugat IV adalah melawan hukum. Mereka telah merugikan para penggugat secara materiil dan immateriil.

Adapun nilai kerugian materiil yang dialami mencapai 30 miliar rupiah (diperkirakan nilai harga jual). Objek sengketa dalam kasus ini adalah tanah dan bangunan dengan Sertifikat Hak Milik No. 02287/Cipinang Muara, seluas 1.483 meter persegi, yang terletak di Jalan Nusa Indah Raya Blok H kavling No. 2, 3, 4, Kelurahan Cipinang Muara, Kecamatan Jatinegara, Jakarta Timur.

Tanah ini berbatasan dengan Rumah Zulkifli Hasan di bagian utara, Jalan Nusa Indah Raya di bagian timur, Rumah No. H 5 di Jalan Nusa Indah Raya di bagian selatan, dan Rumah No. 26, Rumah No. 27, dan Rumah Bapak Zulkifli Hasan di Jalan Mawar III di bagian barat.

Pihak penggugat juga menyatakan bahwa objek sengketa harus dikosongkan dan berada di bawah penguasaan Pengadilan Negeri Jakarta Timur. Rumah kediaman dari Tergugat I terletak di Jalan Wonosari Kidul I/18, RT 006 RW 003, Kelurahan Sawunggaling, Kecamatan Wonokromo, Kota Surabaya, Jawa Timur. Sementara rumah kediaman Tergugat II berlokasi di Jalan Bhaskara 4/1 RT 004 RW 002, Kelurahan Kalisari, Kecamatan Mulyorejo, Kota Surabaya, Jawa Timur. Kantor Tergugat IV berada di Jalan Delman Utama I No. 10, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan.

Di bagian lain, Yayan Riyanto juga menyayangkan tindakan yang dilakukan oleh Lie Andry yang mengirim kuasa hukumnya mendatangi rumah penggugat di Malang pada 14 Agustus 2023.

Penggugat yang didatangi atas nama Binar Imammi (penggugat II), dan Galuh Safarina Sari Kalmadara (penggugat III). Namun oleh mereka, upaya Lie Andry tersebut tak ditemui oleh Galuh dan Binar.

Setelah tak ditemui, mereka lalu mengirim pesan singkat melalui Whatsapp, tapi juga tidak digubris.

Menurut Yayan Riyanto, tindakan Lie Andry yang mengutus kuasa hukumnya itu sebagai bentuk intimidasi terhadap kliennya.

Dia menyayangkan tindakan pengacara Lie Andry tersebut, padahal pada sidang sebelumnya mereka saling bertemu di pengadilan. Tapi mereka malah meminta mencabut gugatan ini dengan cara-cara yang tidak benar.

“Intinya jangan sampai ada intimidasi. Harusnya mereka, kuasa hukumnya bisa ngomong, maunya apa. Bicarakan baik-baik. Yang didatangi juga tidak tahu apa-apa karena hanya nama mereka berdua tercantum dalam sertifikat SHM. Kasusnya ini kan Azis yang meminjam uang ke Lie Andry, mau dibayar dengan syarat rumahnya yang saat ini dibeli Putri, harus dikembalikan ke Aziz klien kami. Tapi, Lie Andry tidak mau, justru sekarang pakai cara intimidasi,” ungkap Yayan dengan nada heran.