JAKARTA, Indotimes.co.id – Para pekerja baik di instansi pemerintah maupun swasta harus paham dan waspada dengan penyebaran paham radikal terorisme dan intoleransi di lingkungan kerja masing-masing. Kewaspadaan ini penting agar masyarakat, terutama pegawai, memiliki imunitas dalam menangkal penyebaran paham-paham tersebut.

Hal tersebut dikatakan Deputi I bidang Pencegahan, Perlindungan dan Deradikalisasi Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT,) Mayjen TNI Roedy Widodo saat menjadi narasumber dalam Pembinaan Pencegahan Intoleransi dan Radikalisme Kepada Pegawai Negeri pada Polri dan Keluarga di Lingkungan Mabes Polri.
Acara yang diselenggarakan oleh Asisten Sumber Daya Manusia (As SDM) Polri di Hotel Grand Kemang, Jakarta, Rabu (5/6/2024).

“Kita harus dan mengetahui sejak awal bahaya paham radikal terorisme dan intoleransi harus sebagai bekal untuk diri kita sendiri. Bahkan bukan hanya seorang ASN ataupun anggota (polisi) saja, tetapi juga untuk seluruh masyarakat,” kata Mayjen TNI Roedy Widodo.

Kegiatan itu mengambil tema ‘Bersama Menangkal Radikalisme Menuju Indonesia Maju’ dengan diikuti diikuti sebanyak 120 orang ASN Mabes Polri secara offline dan seluruh ASN Polri di seluruh Polda secara hybrid/daring.

Roedy mengungkapkan bahwa pembekalan kepada pegawai negeri dan anggota Polri ini menjadi bagian yang sangat penting agar paham bahaya penyebaran paham tersebut. Oleh karena itu para pegawai dan masyarakat harus memahami bahaya itu.

“Kalau sudah memahami kita bisa mencegah apa yang perlu diantisipasi. Karena tindak pidana dari aksi terorisme yang terjadi di Indonesia ini sasarannya mengarah kepada perempuan, remaja dan anak-anak,” ujar alumni Akmil tahun 1990 ini.

Menurutnya, untuk melindungi ASN Polri dan keluarganya dari pengaruh paham radikal terorisme dan intoleransi, mereka perlu membekali diri dengan pengetahuan untuk dapat meningkatkan public resilience (daya tahan) ataupun imunitas agar tidak terpapar paham-paham tersebut.

“Seperti halnya kalau kita terkena virus Covid-19, agar tidak terkena virus tersebut maka harus diobati dengan imunisasi. Maka agar kita tidak terpapar paham radikal, kita juga harus seimbang agar imun dari paham paham tersebut. Caranya yaitu kita harus bekali dengan pengetahuan erkait dengan bahaya radikalisme dari sejak dini,” ucapnya.

Mayjen Roedy menjelaskan, dari hasil penelitian saat ini kelompok perempuan, remaja dan anak-anak menjadi target untuk direkrut oleh kelompok radikal terorisme dan intoleran tersebut. Dimana pola rekruitmen yang dilakukan saat ini menggunakan kemajuan teknologi informasi yaitu internet melalui platform media sosial.

“Ini yang harus diwaspadai oleh kita semuanya. Karena kelompok-kelompok tersebut cara merekrutnya tidak lagi bertemu langsung seperti dulu, tetapi sudah memanfaatkan teknologi digital atau internet dengan menggunakan media sosial seperti WhattAp, Telegram dan sebagainya. Terutama terhadap tiga kelompok rentan tersebut yaitu perempuan, remaja dan anak anak,” ujarnya.

Untuk itu mantan Dandim 0603/Lebak ini berharap kepada ASN dan juga anggota Polri kedepannya untuk dapat lebih mewaspadai pola pola rekruitmen yang dilakukan kelompol radikal terorisme sebagai upaya menangkal paham ataupun bahaya intoleransi, radikalisme dan terorisme dari awal.

Dirinya meminta para ASN Polri ini dapat berperan memberikan pemahaman kepada masyarakat bahwa bahaya radikal terorisme itu ada, bukan hanya “katanya katanya”, tetapi fakta dan nyata. Ia menegaskan bahwa daya tahan atau public resilience dan public awareness itu memang datang dari masyarakat.

“Karena dalam rangka menanggulangi terorisme itu bukan hanya dilakukan oleh BNPT semata, tetapi seluruh stakeholder yang ada dan seluruh masyarakat dengan pendekatan secara pentahelix yaitu melibatkan pemerintah pusat dan pemerintahan daerah, kemudian keduanya masyarakat atau ormas, ketiga yaitu melibatkan media, keempatnya BUMN, BUMD atau pengusaha dan kelimanya akademisi saling berkolaborasi dalam program pentahelix tersebut,” pungkasnya.