JAKARTA, Indotimes.co.id – Kasus dugaan korupsi tata niaga timah kembali mencuri perhatian publik. Kali ini, kuasa hukum Tamron, Andy Inovi Nababan, mengungkap fakta baru yang dapat mengubah arah penyidikan kasus tersebut.

Dalam sidang lanjutan di PN Tipidkor Jakarta Pusat, yang mendengarkan pendapat ahli dari Jaksa Penuntut Umum (JPU), Andy menyoroti ketidaksesuaian prosedur dalam penyidikan dan penuntutan yang sedang berlangsung.

“Kami meyakini bahwa prosedur yang dilakukan selama penyidikan dan penuntutan ini sangat banyak yang tidak sesuai dengan aturan yang berlaku. Kami tetap berkeyakinan bahwa klien kami, Tamron, seharusnya dinyatakan tidak bersalah,” katanya kepada awak media pada Senin (11/11).

Menurutnya, fakta baru yang ditemukan oleh tim kuasa hukum Tamron, menurut Andy, berkaitan dengan mekanisme audit dan penentuan kerugian negara dalam kasus ini.

“Dalam surat edaran Mahkamah Agung (SEMA) No. 4 Tahun 2016, sudah dijelaskan dengan jelas bahwa yang berhak menentukan adanya kerugian negara adalah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), bukan pihak lain. Sementara itu, BPKP seharusnya hanya berfungsi untuk audit internal,” ujar Andy.

Kasus tata niaga timah ini sendiri berawal dari dugaan manipulasi distribusi timah yang merugikan negara, dengan melibatkan sejumlah pihak yang diduga memainkan peran penting dalam pengaturan harga dan pasokan timah.

Namun, proses hukum yang berjalan sempat menuai kritik karena dianggap mengabaikan banyak prosedur hukum yang harusnya dilalui.

Lebih lanjut, Andy Inovi Nababan juga menjelaskan bahwa peran BPKP dalam kasus ini perlu dikaji ulang.

“BPKP tidak bisa serta-merta melakukan audit internal karena dalam hal ini, PT yang terlibat merupakan anak perusahaan BUMN yang tunduk pada aturan khusus. Peraturan Pemerintah No. 47 Tahun 2017 mengatur secara limitatif terkait hal tersebut,” tegasnya.

Dengan terungkapnya fakta baru ini, tim kuasa hukum Tamron berharap agar kasus ini bisa berjalan lebih transparan dan adil.

“Kami akan terus berjuang untuk memastikan klien kami mendapatkan keadilan yang seharusnya. Kami berharap aparat penegak hukum dapat melakukan evaluasi terhadap setiap prosedur yang ditempuh dalam penyidikan kasus ini,” tukas Andy.

Dugaan tindak pidana korupsi dalam tata niaga timah memang menjadi perhatian banyak pihak.

Kasus ini tidak hanya melibatkan sektor ekonomi, tetapi juga menyentuh aspek hukum yang lebih luas terkait penyalahgunaan wewenang dan prosedur hukum yang seharusnya ditegakkan dengan tegas dan adil.

“Seiring berjalannya waktu, publik tentu menantikan perkembangan selanjutnya dari kasus ini, apakah fakta-fakta yang terungkap dapat memberikan perubahan signifikan dalam keputusan hukum yang diambil,” ucapnya.

Dengan semakin banyaknya temuan dan pengungkapan yang dilakukan oleh tim kuasa hukum, dapat dipastikan bahwa kasus dugaan korupsi tata niaga timah ini akan terus menjadi sorotan masyarakat.

“Akankah keadilan benar-benar tercapai, ataukah kasus ini hanya menjadi potret buruk dari prosedur hukum yang seharusnya lebih tegas dan sesuai aturan? Semua akan terungkap dalam perjalanan hukum selanjutnya,” pungkasnya.

Sebelumnya saksi ahli dari Fakltas Hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta, W. Riawan Tjandra mengatakan dalam surat edaran mahkamah agung (SEMA) No. 4 Tahun 2016 menegaskan bahwa hanya BPK yang berwenang menentukan kerugian negara, sementara BPKP terbatas pada audit internal

“SEMA No. 4 Tahun 2016 menegaskan bahwa hanya BPK yang berwenang menentukan kerugian negara, sementara BPKP terbatas pada audit internal,” ucapnya.

Hal yang sama juga diungkapkan oleh Prof. Dr. Nindyo Pramono, S.H., M.S., saksi ahli dari Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada yang dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum, yang menegaskan bahwa pihak yang berwenang menghitung dan menentukan kerugian negara adalah BPK.