JAKARTA, Indotimes.co.id – Pengurus Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (LAKPESDAM) PBNU, Dr. M. Najih Arromadloni mengungkapkan adanya tren budaya populer yang dikembangkan oleh organisasi terlarang guna menyisipkan ideologi atau paham yang bertentangan dengan Pancasila.
Lelaki yang akrab disapa Gus Najih ini mengungkapkan pergerakan tersebut tidak lagi konvensional seperti ceramah pada umumnya, melainkan dikemas lebih populer seperti seminar, workshop, reuni atau pertemuan dengan skala besar.
Hal ini perlu diwaspadai demi menjaga stabilitas keamanan dan kenyamanan di masyarakat.
Gus Najih berpendapat pentingnya menggelorakan semangat hubbul wathan minal iman atau mencintai tanah air bagian dari iman, di kalangan pemuda untuk menumbuhkan rasa cinta terhadap tanah air.
“Cinta terhadap tanah air adalah fitrah, dan sejalan dengan ajaran agama,” kata Gus Najih saat diwawancara di Jakarta, Kamis (14/11).
“Hakikatnya membela negara itu juga bagian daripada membela agama,” tambahnya.
Ia menilai, meskipun hubbul wathan minal iman bukanlah sebuah redaksi hadis, namun secara substansi, hal ini sesuai dengan semangat dan ajaran Nabi Muhammad SAW, sehingga hal ini perlu digelorakan untuk menjaga semangat nasionalisme, khususnya bagi para pemuda.
“Nasionalisme sama sekali tidak bertentangan dengan Islam justru nasionalisme ini adalah hal yang diajarkan oleh Islam,” ucap Gus Najih.
Penulis buku Tafsir Kebangsaan ini berpendapat bahwa banyak firman Allah yang menyerukan untuk mencintai tanah air, sebagaimana yang termaktub di dalam Alquran, yakni Q.S al-Qasas ayat 85, Q.S al-Baqarah ayat 126, QS al-Taubah ayat 24, Q.S al-Nisa ayat 66 dan Q.S al-Taubah ayat 122.
“Ketika ada yang mengatakan bahwa nasionalisme itu tidak ada dalilnya tentu itu adalah ungkapan yang sangat sembrono, karena hanya berdasarkan pembacaan yang dangkal atas Islam,” ungkapnya.
Selain itu, Gus Najih juga menggarisbawahi pentingnya moderasi beragama sebagai cara untuk menjaga persatuan dan mengembalikan esensi Islam sebagai rahmat bagi seluruh alam.
Menurutnya, masih banyak umat yang belum sepenuhnya memahami semangat kasih sayang yang diajarkan Islam. Penafsiran yang kaku dan tidak melihat karakter budaya bangsa memicu kegaduhan, intoleransi dan radikali-terorisme yang mengatasnamakan agama.
“Kita perlu kembalikan agama ini kepada jati diri yang asli, yaitu rahmatan lil alamin atau yang karakternya adalah wasatiyah, ini dalam bahasa Indonesia disebut moderasi beragama.” imbuhnya.
Menurut Gus Najih moderasi beragama menjadi solusi untuk membentengi generasi muda dalam menghadapi ideologi transnasional yang berpotensi mengarah kepada extremisme dan radikal-terorisme.
Moderasi beragama menekankan pentingnya sikap toleran, menerima perbedaan dan menolak segala bentuk kekerasan atas nama agama.
Pendekatan ini tidak hanya bersifat vertikal dengan Tuhan, melainkan juga menjaga hubungan antar sesama, karena mengajak umat untuk fokus pada nilai-nilai luhur agama tanpa merusak prinsip kebangsaan.
Harapannya, moderasi beragama mampu memberikan ‘vaksin’ kekebalan kepada masyarakat untuk menangkal pengaruh paham-paham radikal yang merusak persatuan bangsa.
“Moderasi agama itu bukan menciptakan agama atau aliran yang baru tetapi sebetulnya adalah mengembalikan agama, memperkokoh posisinya posisi agama dalam jati diri yang aslinya tanpa ada penyimpangan-penyimpangan,” kata Gus Gus Najih.
Gus Najih berharap, melalui semangat hubbul wathan minal iman dan moderasi beragama, dapat meningkatkan rasa persatuan dan kesatuan, menjaga keharmonian di tengah keberagaman.
“Ideologi transnasional, paham radikal dan ekstremisme dapat dilawan dengan sikap moderat, yang menghargai perbedaan dan menolak segala bentuk kekerasan,” tandas Gus Najih.